Oh Ternyata 2

Beberapa tahun silam.

Aku seoarang anak  yatim yang telah ditinggal pergi ayah saat masih belia.Itu membuatku amat sedih ketika melihat teman-temanku yang begitu bahagianya bermain bercanda gurau bersama ayah.Mengajak ayahnya saat liburan tiba,membelikan hadiah saat ulang tahun tiba,jalan bareng menggandeng tangannya,duduk ditaman.Amat aku impikan semua itu.Aku rindu ayah namun itu semua hanya angan-angan belaka karena ayah telah tiada untuk selamanya.

Hidup hanya bersama ibu semenjak kecil karena aku merupakan satu-satunya anak yang terlahir dari pernikahan ibu dan ayah.Terkadang itu membuatku merasa amat kesepian.Apalagi ibuku adalah seorang yang mempunyai kekurang fisik .Ibuku hanya mempunyai satu mata saja.Dia buta sebelah.

Kecacatan ibu amat membuatku seakan tak mensyukuri takdir tuhan.Kenapa aku tidak memiliki ibu seperti yang lainnya.Andaikan saja aku tahu,aku dilahirkan dari seorang ibu yang tak sempurna maka aku akan memilih untuk tidak dilahirkan selamanya ke dunia ini.Ya walaupun terkadang aku berpikir aku adalah anugerah tuhan yang telah diberikan kepada ayah dan ibu.

Telah tamat sudah aku menuntut ilmu di bangku SMA.Dan aku tidak menyertakan  ibu saat kelulusan sekolah.Tak sedikit guru bertanya kepadaku kenapa kamu hadir sendiri,dimana orangtuamu.Apalagi Pak Selamet yang tak lain adalah walikelasku yang begitu perhatiannya kepadaku menanyakan dimana ibumu.Ya namun aku hanya menjawab santai ibuku sibuk.Itu semua aku lakukan demi kehormatanku.Aku tak mau mengulang kejadian yang kedua kalinya saat acara sekolah,dan ibuku hadir ikut menemaniku,tetapi bukan kesenangan yang aku dapat saat acara berlangsung melainkan cacian dan hinaan yang aku dapatkan dari teman-temanku.Sungguh amat memalukan.

Pernah sekali ku berkata kepad ibu”Ibu,aku malu kepada teman-temanku,mereka mempunyai ibu yang sempurna secara fisik dan mereka amat bangga kepadanya”

Mendenga perkataanku lantas ibu menatapku.”Nak,ibu memang cacat,namun ibu tetap sayang kepadamu walaupun kau malu terhadap fisik ibu sekarang ini”.

“Bu teman-temanku selalu saja menghinaku,bahkan tidak ada satu perempuanpun yang mau mendekatiku,yang menyukaiku karena pernah melihat kondisi fisik yang ibu miliki.Mereka takut kelak ketika menikah denganku anak kami akan seperti ibu”.Ku lihat ibu meneteskan air matanya namun aku memalingkan muka lantas pergi meninggalkannya.

***

Tak terasa waktu begitu cepat berjalan,beberapa hari lagi aku akan wisuda mendapatkan gelar yang aku impikan.Cita-citaku yang amat aku harapkan sebentar lagi akan ku capai.Lulus dari S1 fakultas Hukum merupakan kebanggaan tersendiri buatku.

Aku masih  ingat ketika awal kuliah,berangkat sendiri tanpa berpamitan terlebih dalulu kepada ibu.aku hanya berkata beberapa hari silam sebelum aku berangkat kepadanya aku akan kuliah.”Ibu sungguh mendukungmu nak”Senyum terlihat dari wajah ibu.Kuliahku berjalan dengan baik,semester demi semester aku lewati walaupun terkadang  ada banyak masalah yang menghampiri.

Empat tahun menempuh pendidikan dibangku perkuliahan dan hidup sendiri karena aku memutuskan untuk tidak tinggal dirumah bersama ibu dan memilh ngekos cukup membuatku kesepian.Agak berat meninggalkan ibu sendiri di rumah.Namun aku juga tidak mau laju dari rumah ke kampus kerena jaraknya yang lumayan jauh.Oleh sebabnya tidak setiap hari aku bertemu ibu,hanya terhitung setiap akhir bulan aku menemuinya,pulang kerumah beberapa hari sekalian meminta uang untuk biaya kuliah.Itulah waktuku bertemu ibu.

Dalam lubuk hati terkadang melintas bayangan ibu.Sebenarnya aku merasa kasihan melihat fisiknya yang kian hari terlihat lemah,wajahnya mulai terlihat garisan-garisan keriput karena termakan usia.Tetapi itu semua terkalahkan oleh rasa malu dan gengsi ku mempunyai ibu yang fisiknya kurang sempurna.Akh entahlah.

Pernah suatu hari ketika aku sedang berjalan menuju kampus terlihat ibu dipinggir jalan dengan penampilannya yang sederhana apa adanya memanggil namaku sambil melambaikan tangannya.Kerena rasa gengsiku aku pura-pura tidak melihatnya,tidak merespon sapaanari ibu kandungku sendiri.Aku takut temanku tahu akan tahu ibuku kalausaja aku menghampiri ibu.

“eh panji kayanya ada yang lagi manggil-manggil kamu deh”tanya temanku santai

“mana,ngaco kamu”

“lah itu sapa yang di pinggir jalan’’

Aku bersigap mengajak temanku berjalan lebih cepat pergi menjauh“gak tahu lah,siapa sih aku gak kenal dah lah ayo buruan jalan nanti kita telat”

Agak kasiahan juga,dari rumah ibu mungkin berangkat sendiri hanya untuk menemuiku tapi aku menjauhi tidak menghampirinya.

Aku memberi kabar bahagia akan wisudaku kepada Pak Selamet.Dari aku duduk di bangku SLTA pak Selamet amat perhatian kepadaku.Mungkin aku adalah salah satu murid  kebanggaannya karena aku bisa terbilang anak yang cukup berprestasi.Pak Selamet juga orang yang telah membantuku masuk kuliah dan membimbingku menjalaninya.Itulah yang membuatku mengundang dia ke acara wisudaku.

Hari yang aku tunggu telah tiba.Dengan memakai baju wisuda aku duduk di salah satu kursi tempat para mahasiswa yang sedang bernasib sama sepertiku.Acara berjalan lancar tidak terhalang apapun tak terkecuali aku yang melihat sekeliling.Pak Selamet belum juga memperlihatkan batang hidungnya sejak pagi.

Beberapa saat setelah acara selesai saat aku kluar dari kampus tiba-tiba terdnga suara memanggil.Rupanya Pak Selamet datang.

“panji maaf bapak telat”

“oh gak papa ko pak,lagian yang terpenting acaranya lancar dan terimakasih bapak telah hadir disisni”.Aku bercakap-cakap membicarakan banyak hal.

Pak Selamet menatapku serius.”apa kamu gak kangen sama ibumu nak?”

Aku menundukan kepala.”Iya Sebenarnya aku merindukannya,aku sempat memberi tahu ibu beberapa hari silam sebelum aku wisuda,aku kira ibu akan kesini”

“apa kau mau menemuinya sekarang nak”

“boleh”aku menghembuskan nafas.

“mari kita pulang”

Aku pulang besama Pak Selamet menelusuri padatnya lalu linta perkotaan.Cukup lama kita diperjalanan sampai ditengah perjalanan aku agak merasa aneh.Rasanya jalan yang kita lewati bkan jalan menuju rumah.

“pak ko kita beda jalan ya”

“iya kita mau ke rumah sakit terlebih dahulu”.

“ada apa gerangan bapak mengajak ku pergi ke rumah sakit?’’aku bertanya heran.

“nanti kamu akan tahu sendiri nak”

***

Rumah sakit

“Sebenarnya bapak tak ingin semua ini terjadi,namun ibumulah yang memintaku untuk menyembunyikan semaunya,ibumu tidak mau kau tahu ini,ibumu tidak ingin mengganggu aktifitas belajarmu misalkan kau mengetahui  semua yang ibu mu derita saat ini.”Pak Selamet memegang pundaku menatap ibu.

Semaikn deras air mata yang mengalir membasahi pipi.“Tapi setidaknya aku akan bisa berubah pak”.

“Iya bapak juga ingin kau seperti itu,namun apalah arti diri ini yang telah memegang janji ibumu”.

Sunyi sejenak.

“ibu”.ku memenggil pelan.

“iya nak”.Senyum terlihat dari wajah ibuku agak menahan sakit.

“Kenapa ibu menyembunyikan semua ini?”.

“Itu semua karena ibu saying sama kamu nak”.

Sunyi sejenak.

“Apakah kau tahu nak,sebenarnya ibumu telah menderita kanker hati sejak dulu.Ibumu pernah memberi tahuku penyakitnya setelah memriksakan keluhannya ke sebuah rumah sakit kecil,dokter mengatakan bahwa penyakitnya telah mencapai stdium dua,dan ibumu sebaiknya menjalani kemo terapi.Mungkin saat itu bisa saja ibumu memilih menyembuhkan penyakitnya,namun ibumu lebih mementingkan biaya pendidikanmu.Dia rela menahan penyakitnya demi kamu nak,Ibumu tidak ingin kau putus sekolah hanya karena biaya yang kurang.Ibumu tidak ingin mengecewakan anak satu-satunya.Ibumu ingin kau menjadi anak yang sukses kelak.Saat kau masih duduk di SLTA dulu,ibumu pernah memohon kepada bapak agar menjaga dan mendidikmu dengan baik meski harus mengeluarkan biaya yang mahal.Bapak tak tega melihat kondisi ibumu sat itu”.Pak selamet berbicara memelas”.

Sunyi sejenak.

“Tahun demi tahun terus berjalan,dan kini kau sudah meraih cita-citamu menjadi seorang sarjana Hukum.Itu semua tak lepas dari perjuangan dankerja keras ibumu nak.Kau tahu nak ,telah lama penyakit ibumu ini menggrogoti sedikit demi sedikit badannya,apakah kau tak kasihan padanya nak,jika kau merasa kasihan dan sayang kepadanya,mintalah maaf tulus dari hatimu katakanlah sayang kepadanya.”

Dengan derasan air mata,aku menyesal.” Ibu maafkan aku, maafkan pebuatanku selama ini yang amat melukai hati ibu, maafkan lah aku yang telah membuat ibu menangis karena ucapan ku yang begitu kasar, maafkan aku yang selama ini tidak menjadi anak yang baik, tidak menghargai perjuangan ibu, aku minta ridho mu atas semua yang aku lakukan, ibu aku sayang Ibu “.

“ ibu tak memikirkan itu semua nak, ibu kan tetap selalu sayang kepada mu, lupakanlah itu semua, ibu telah ridho atas semua yang telah kau lakukan selama karna kau adalah anugerah tuhan yang telah dititipkan kepada ibu, kau adalah buah hati ibu yang telah menemani kesunyian hati “. Suara ibu lamat melirik.

Tiba-tiba nafas ibu tersengal. Aku panik berteriak memanggil dokter dengan sigap, kulihat pak slamet berlari keluar memanggil dokter. Ku mendengar lirih sayup-sayup ibu mengucapkan Laailahaillallah lantas terdiam. Dokter datang menghampiri sesaat setelah pak slamet memanggilnya dan langsung memeriksa kondisi ibu. “ Ibumu telah pulang “. Suaranya pelan.

Aku peluk erat badan ibu saat itu juga, kucium ibu dengan perasaan yang begitu terpukul. ” kamu sayang ibu namun Allah lebih sayang kepadanya, Allah telah memanggilnya untuk kembali ke hadapan-Nya, teguhkan hatimu nak “ belaian tangan pak slamet terasa begitu lembut menyentuh pundakku mengelus.

Dalam kesedihan, perawat menutup badan ibu dengan kain biru. Adzan subuh berkumandang, suaranya yang begitu merdu rupanya telah mengantarkan kepergian ibu.

Pak slamet mengajakku keluar sebentar dari kamar rawat ibu, ia memberikan sepucuk surat “ ini nak, sepucuk surat dari ibumu, dia membrikan amanat kepada bapak untuk di berikan kepada mu suatu saat kelak ketika ibumu telah tiada dan sekarang adalh waktunya bapak memberikan surat ini kepada mu “. Aku menerimanya.

Saat itu juga aku membuka isi surat dan membacanya .

 anakku yang tercinta, maafkan ibumu yang telah mempermalukanmu di hadapan teman-temanmu karena keadaan fisik yang ibumiliki, mungkin kamu amat m,arah kepada ibu, tapi perlu kamu tahu nak, dulu ketika kau masih kecil kamu mengalami sebuah kecelakaan yang menyebabkan kehilangan mata kanan mu, ibu begitu sedih saat itu, dan ibu takut buah hati ibu akan tumbuh tidak sempurna dan ibu tak menginginkan ketidak sempurnaan itu akan menghalangimu di masa depan, saat itulah ibu memutuskan memberikan mata kanan ibu untukmu. Ibu rel a apapun yang akan terjadi pada diri ibu ini disuatu saat kelak, itu semua demi kamu.

Salam sayang panji anakku tersayang.

 

Oh Ternyata

 

 

Rumah Sakit

Aku menghela nafas perlahan ,berusaha menenangkan hati dan pikiran menahan air mata yang tak hentinya mengalir membasahi pipi “Ibu cepatlah sembuh”

Ibu mengangkat kepalanya lantas menatap sunyi mengangguk.

“Gimana kabarnya sayang,apa kau baik-baik saja?”Ibu bertanya pelan.

Aku tersenyum getir mengangguk.

Diam sejenak menundukan kepala.Sungguh hati ini lara memikirkan ibu.

Bulan purnama menggantung di angkasa menebarkan senyumnya.Bintang yang bertaburan laksana permata mengelipkan kilaunya.Suara angin menari-nari terdengar berirama.Semua itu ku tatap dari bilik jendela namun kekhawatiran akan ibu membuat sepi banyak hal.Mungkin juga perasaan ibu yang sedang menahan lara di Rumah Sakit Umum yang terletak persis di pinggir kota ini yang terlihat amat sepi.Hanya sesekali suara injakan kaki yang terdengar dari dalam kamar rawat ibu ini.Mungkin perawat yang sedang membawa alat medis ataukah yang lainnya,entahlah.

Aku duduk di depan ibu yang terbaring lemas dengan peralatan medis yang melekat ditubuhnya.

“maafkan aku ibu”aku menggigit bibir lantas menunduk lagi.

Ibu menatap wajahku lamat-lamat.”tidak ada yang perlu dimaafkan.Semua sudah berlalu.Tertinggal jauh dibelakang.”Ibu menelan ludah menyisikan suaranya lirih.

“Sungguh maafkan aku ibu’’.Aku menyeka sudut-sudut mataku.”Aku tidak pernah tahu ibu akan seperti ini jadinya’’.

Ibu menggeleng pelan.”Kau tidak harus meminta maaf anakku,meskipun kau tahu,setelahkau memutuskan untuk melakukan itu semua,ibu telah membujuk agar hati ibu tetap tegar’’.

“Kenapa bapak baru memberi tahuku sekrang?”Ku menatap perlahan kepada bapak Slamet  wali kelasku dulu yang sedang berdiri disampingku.

***